Nyonkolan merupakan
salah satu budaya dari Lombok, di mana
nyongkolan ini merupakan serangkaian adat yang dilaksanakan pada proses
pernikahan. Untuk lebih jelasnya penulis mendapatkan dua narasumber yaitu Amak Herman dan popuk Uyat untuk lebih
merinci lagi mengenai nyongkolan tersebut.
Menurut amak Herman
nyongkolan merupakan acara arak-arakan pengantin, yaitu acara pengiringan
pengantin laki-laki menuju rumah
pengantin perempuan yang diiringi oleh dedare-dedare dan terune- terune dengan menggunakan pakaian adat hingga diiring musik
tetabuhan seperti gendang beleq atau kecimol. Amak Herman menegaskan
kalau acara nyongkolan ini merupakan acara pengenalan sang pengantin kepada
penduduk desa yang berlandaskan pada perintah nabi untuk mengabarkan kepada
orang banyak kalau mereka sudah sah menjadi semuhrim. Amak Herman menambahkan
kalau di dalam proses nyongkolan ada beberapa tata cara yang harus dilaksanakan dalam pelaksanaannya,
seperti pengantin perempuan haruslah
berjalan di depan dengan diirinigi oleh dedare-dedare sebegai dayang-dayang karena
diibaratkan sebagai seorang permaisuri, kemudian barulah pengantin laki-laki
berjalan di belakangnya dengan diiringi juga dengan terune-terune sebagai prajurit- prajurit karena diibaratkan
pengantin laki-laki sebagai seorang raja bukan berjalan berdampingan bersama seperti yang diketahui selama ini. Untuk
barisan terakhir diisi oleh musik
tetabuhan seperti gendang beleq atau kecimol untuk menarik perhatian
para warga desa.
Tidak berbeda jauh
dari pendapat Amak Herman, Popuk Uyat, narasumber kedua juga mengatakan bahwa
nyongkolan merupakan acara arak-arakan pengantin menuju rumah pengantin
perempuan. Popuk Uyat mengatakan bahwa di dalam proses nyongkolan sebenarnya
tidak dibenarkan menggunakan kecimol sebagai tetabuhan iring-iringan pengantin
karena bukan merupakan tetabuhan adat. Sedangkan dii dalam barisan nyongkolan
tidak jauh berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Amak Herman . Popuk Uyat menjelaskan kalau pengantin perempuan
dan laki-laki bisa saja berdampingan berjalan di depan dikarenakan kalau mereka
merupakan warga sedesa. Popuk Uyat menambahkan kalau di dalam nyongkolan ketika hendak melewati
masjid dan bertemu dengan iringan pengantar jenazah, musik tetabuhan harus di
hentikan kurang lebih 100 meter untuk menghargai warga yang sedang beribadah
dan menghormati iringan pengantar jenazah. Popuk Uyat melanjutkan kalau ada
beberapa mitos dan kepercayaan yang berkembang di masyarakat mengenai
nyongkolan ini. Salah satunya jika acara nyongkolan tidak digelar maka usia rumah tangga pengantin tersebut
tidak akan bertahan lama dan anak yang dilahirkan biasanya akan terlahir cacat
secara fisik.
Sejak zaman dahulu acara
nyongkolan ini terus dilestarikan dari masa ke masa karena merupakan kekayaan
budaya yang tidak ternilai harganya. Setiap daerah mungkin terdapat berbagai
perbedaan mengenai nyongkolan ini,
dikarenakan nyongkolan merupakan salah satu folklore yang tidak dibukukan.
Sangat bermanfaat
BalasHapusSangat bermanfaat
BalasHapusIni seperti mahakarya
BalasHapusInformasi yang menarik
BalasHapusSapu sae
BalasHapustradisi kita
BalasHapusbagus rafi
BalasHapusLuar biasa emang
BalasHapustradisii yang perlu dilestarikan dan dibudayakan.
BalasHapusTerbaik dari segala yg terbaik, menambah wawasan bagi pembaca
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMaha karya anak bangsa 👍
BalasHapusSangat menarik, trima kasih atas infonya.
BalasHapusInformasi yg sangat bagus, tingkatkan fi
BalasHapus#salam budaya
semoga tulisannya bermanfaat, lanjutkan karyanya
BalasHapusBagus smoga bermanfaat
BalasHapus